Tuesday, October 8, 2013

adik ipar

Aku hidup bahagia bersama istri dan ke-2 anak- anaku, laki2 dan perempuan walopun aku hanya pegawai rendahan di suatu instansi pemerintah di kota B. Kami menempati rumah tipe 45, cicilan rumah BTN, yang kemudian di renov secara sederhana sehingga mempunyai 3 kamar tidur yang berukuran tidak terlalu besar. Suatu hari, kami kedatangan ibu mertua bersama adik ipar saya yang paling kecil, sebut saja Neng, baru lulus SLA. Atas permintaan ibu mertua, untuk sementara ikut kami sambil mencari pekerjaan. Perbedaan umur Aku dan Neng cukup jauh, sekitar 10 tahun. Karena kami dari daerah Jawa Barat, Neng memanggilku dengan sebutan Aa (yang artinya kakak laki2). Sementara belum mendapatkan pekerjaan, Neng mengikuti berbagai kursus, Bahasa Inggris, Komputer, Akutansi, dan atas ijin serta perintah istriku, Aku kebagian untuk antar jemput menggunakan motor ‘bekjul’ ku. Bekjul maksudnya motor bebek 70 cc. Mungkin karena nasib baik atau memang wajah Neng cukup cantik, tidak sampai seminggi, Neng mendapat tawaran pekerjaan sebagai pelayan toko yang cukup bonafide denga pembagian kerja, seminggu bagian pagi dan seminggu kebagian malam, demikian silih berganti. dan kalau kebagian kerja malam, aku bertugas untuk menjemputnya, biasanya toko tutup pukul 21.00 dan pegawai baru bisa pulang sekitar 21.30. Perjalanan dari toko ke rumah tidak begitu jauh, bisanya ditempuh sekitar 30 menitan. Neng anaknya manja, mungkin karena bungsu, setiap kali di bonceng motor, apalagi kalo malam pulang kerja, dia akan memelukku dengan erat, mungkin juga karena hawa malam yang dingin. Entah sengaja atau tidak, payudaranya yang sudah cukup besar akan menempel di punggungku. Hal ini selalu terjadi setiap kali aku menjemput Neng pulang kerja malam, tapi yang heran, kelihatannya Neng tidak ada rasa bersalah ataupun rikuh sedikitpun setiap kali payudara nempel di punggungku, mungkin dianggapnya hal ini suatu konsekuensi logis bila berboncengan naik motor. Akulah yang sering berhayal yang tidak-tidak, seringkali dengan sengaja motor kukemudikan dengan kecepatan rendah, kadangkala sengaja mencari jalan yang memutar agar bisa merasakan gesekan-gesekan nikmat di punggungku lebih lama. Pada suatu malam, seperti biasanya Aku menjemput Neng pulang kerja malem, sampai rumah sekitar pukul 22.15 dan seperti biasanya istriku yang membukakan pintu. Setelah membukakan pintu istriku akan kembali ke kamar untuk melanjutkan tidur. Malam itu aku tidak langsung tidur, aku ke dapur, memanaskan air untuk membuat kopi karena berniat untuk menonton pertandinga sepak bola di TV, kalau tidak salah saat itu kesebelasan paforitku main, Brazil. Saat aku keluar dari dapur, secara bersamaan Neng juga keluar dari kamar mandi, sehingga kami sama berada di lorong depan kamar mandi, entah apa penyebabnya, malam itu kami sama-sama berhenti dan saling pandang tanpa sepatah katapun keluar dari mulut kami masing- masing. Tiba-tiba ada suatu dorongan, secara cepat aku rangkul dan aku kecup bibirnya selama beberapa detik. Setelah itu Neng melepaskan diri dari rangkulanku dan dengan tergesa masuk ke kamarnya. Aku kembali ke ruang tengah untuk melihat pertandingan bola, tapi perasaanku kacau, tidak konsen pada acara di TV. Saat itu ada perasaan takut menghantuiku, takut Neng ngadu ke istriku, bisa-bisa perang dunia ke tiga. Saat pikiranku kacau, aku dikejutkan suara peluit dari dapur yang menandakan air telah mendidih, bergegas aku ke dapur untuk membuat kopi. Kembali aku keruang tengan sambil membawa secangkir kopi yang nikmat sekali, tetapi tetap saja pikiranku kacau. kok bisa-bisanya tadi aku mengecup bibir Neng?????? Dalam kegalauan perasaanku, kembali dikejutkan dengan suara lonceng yang menunjukkan pukul 23.30. Saat itu aku melihat kamar Neng lampunya masih nyala, yang menandakan penghuninya belum tidur, karena aku tau Neng selalu mematikan lampunya apabila tidur. Terpikirkan olehku, harus memastikan bahwa Neng tidak marah oleh ulahku tadi dan berharap istriku tidak sampai tau insiden tersebut. Dengan pelahan, aku buka kamarku untuk melihat istriku, ternyata dia sudah pulas, tergambar dari dengkurannya yang halus disertasi helaan nafar yang teratur. Dengan pelahan kututup kembali pintu kamar dan secara pelahan pula kubuka pegangan pintu kamar Neng, ternyata tidak dikunci, pelahan tapi pasti pintu kubuka dan kudapati Neng duduk di atas tempat tidur sambil memeluk bantal menghadap tembok. Perlahan aku dekati, tiba-tiba Neng menoleh kearahku, kulihat matanya merah berkaca-kaca, aku bertambah khawatir, Neng pasti marah dengan kelakuanku tadi. Diluar dugaan, Neng berdiri mendekatiku dan tiba-tiba memelukku dengan erat sambil kembali menangis lirih. Tambah bingung aku dibuatnya, kemudian utnuk memastikan apa yang terjadi sebenarnya, dengan pelahan dan hati-hati aku raih mukanya dan aku tengadahkan, “Kamu marah?”, pertanyaan konyol tiba-tiba keluar dari mulutku. Tanpa kata-kata, Neng menjawab dengan gelengan kepala sambil tajam menatapku. Kami beradu pandang, dan entah dorongan dari mana, secara pelahan kudekatkan bibirku ke bibirnya, ketika tidak ada usaha tolakan dari Neng, dengan lembut kembali kukecup bibirnya. Setelah beberapa lama, terasa ada reaksi dari Neng, rupanya dia juga menikmati kecupan tersebut. Akhirnya kecupan ini berlangsung lebih lama dan kami saling memeluk dengan erat, saling mengeluarkan emosi yang kami sendiri tidak tau bagaimana menggambarkannya. Tetapi kemesraan ini harus segera diakhiri, sebelum dipergoki oleh isi rumah yang lain, terutama istriku. Segera aku keluar kamar, kembali keruang tengah untuk melanjutkan melihat sepak bola yang ternyata sudah berakhir dengan skor yang tidak aku ketahui. Akhirnya TV kumatikan dan aku masuk kekamarku untuk tidur dengan perasaan yang sangat bahagia. Hubungan kami tambah erat dan tambah mesra, setiapkali ada kesempatan kejadian malam itu selalu kami ulangi, dan tentunyanya makin hari kualitasnya makin bertambah mesra.Foto: #Biasakan sebelum membaca beri jempolnya#


Akibat Terlalu Sering Dimanja


" Cerita Seks Terbaru Akibat Terlalu Dimanja Aku memang terlahir dari 
keluarga yang cukup berada. 
Aku anak lelaki satu-satuya. Dan 
juga anak bungsu. Dua kakakku 
perempuan semuanya. Dan jarak 
usia antara kami cukup jauh juga. Antara lima dan enam tahun. 
Karena anak bungsu dan juga 
satu-satunya lelaki, jelas sekali 
kalau aku sangat dimanja. Apa 
saja yang aku inginkan, pasti 
dikabulkan. Seluruh kasih sayang tertumpah padaku. Sejak kecil aku selalu dimanja, 
sehingga sampai besarpun aku 
terkadang masih suka minta 
dikeloni. Aku suka kalau tidur 
sambil memeluk Ibu, Mbak Lisa 
atau Mbak Indri. Tapi aku tidak suka kalau dikeloni Ayah. Entah 
kenapa, mungkin tubuh Ayah 
besar dan tangannya ditumbuhi 
rambut-rambut halus yang cukup 
lebat. Padahal Ayah paling 
sayang padaku. Karena apapun yang aku ingin minta, selalu saja 
diberikan. Aku memang tumbuh 
menjadi anak yang manja. Dan 
sikapku juga terus seperti anak 
balita, walau usiaku sudah cukup 
dewasa. Pernah aku menangis semalaman 
dan mengurung diri di dalam 
kamar hanya karena Mbak Indri 
menikah. Aku tidak rela Mbak 
Indri jadi milik orang lain. Aku 
benci dengan suaminya. Aku benci dengan semua orang yang 
bahagia melihat Mbak Indri 
diambil orang lain. Setengah mati 
Ayah dan Ibu membujuk serta 
menghiburku. Bahkan Mbak 
Indri menjanjikan macam-macam agar aku tidak terus menangis. 
Memang tingkahku tidak 
ubahnya seorang anak balita. Tangisanku baru berhenti setelah 
Ayah berjanji akan 
membelikanku motor. Padahal 
aku sudab punya mobil. Tapi 
memang sudah lama aku ingin 
dibelikan motor. Hanya saja Ayah belum bisa membelikannya. 
Kalau mengingat kejadian itu 
memang menggelikan sekali. 
Bahkan aku sampai tertawa 
sendiri. Habis lucu sih.., Soalnya 
waktu Mbak Indri menikah, umurku sudab dua puluh satu 
tahun. Hampir lupa, Saat ini aku masih 
kuliah. Dan kebetulan sekali aku 
kuliah di salah satu perguruan 
tinggi swasta yang cukup keren. 
Di kampus, sebenarnya ada 
seorang gadis yang perhatiannya padaku begitu besar sekali. Tapi 
aku sama sekali tidak tertarik 
padanya. Dan aku selalu 
menganggapnya sebagai teman 
biasa saja. Padahal banyak 
teman-temanku, terutama yang cowok bilang kalau gadis itu 
menaruh hati padaku. Sebut saja namanya Linda. Punya 
wajab cantik, kulit yang putih 
seperti kapas, tubuh yang 
ramping dan padat berisi serta 
dada yang membusung dengan 
ukuran cukup besar. Sebenarnya banyak cowok yang menaruh 
hati dan mengharapkan cintanya. 
Tapi Linda malah menaruh hati 
padaku. Sedangkan aku sendiri 
sama sekali tidak peduli, tetap 
menganggapnya hanya teman biasa saja. Tapi Linda tampaknya 
juga tidak peduli. Perhatiannya 
padaku malah semakin 
bertambah besar saja. Bahkan dia 
sering main ke rumahku, Ayah 
dan Ibu juga senang dan berharap Linda bisa jadi 
kekasihku. Begitu juga dengan Mbak Lisa, 
sangat cocok sekali dengan Linda 
Tapi aku tetap tidak tertarik 
padanya. Apalagi sampai jatuh 
cinta. Anehnya, hampir semua 
teman mengatakan kalau aku sudah pacaran dengan Linda, 
Padahal aku merasa tidak pernah 
pacaran dengannya. 
Hubunganku dengan Linda 
memang akrab sekali, walaupun 
tidak bisa dikatakan berpacaran. Seperti biasanya, setiap hari Sabtu 
sore aku selalu mengajak Bobby, 
anjing pudel kesayanganku 
jalan-jalan mengelilingi Monas. 
Perlu diketahui, aku memperoleh 
anjing itu dan Mas Herman, suaminya Mbak Indri. Karena 
pemberiannya itu aku jadi 
menyukai Mas Herman. Padahal 
tadinya aku benci sekali, karena 
menganggap Mas Herman telah 
merebut Mbak Indri dan sisiku. Aku memang mudah sekali 
disogok. Apalagi oleh sesuatu 
yang aku sukai. Karena sikap dan 
tingkah laku sehari-hariku masih, 
dan aku belum bisa bersikap atau 
berpikir secara dewasa. Tanpa diduga sama sekali, aku 
bertemu dengan Linda. Tapi dia 
tidak sendiri. Linda bersama 
Mamanya yang usianya mungkin 
sebaya dengan Ibuku. Aku tidak 
canggung lagi, karena memang sudah saling mengenal. Dan aku 
selalu memanggilnya Tante Maya. 
"Bagus sekali anjingnya..", piji 
Tante Maya. 
"Iya, Tante. diberi sama Mas 
Herman", sahutku bangga. "Siapa namanya?" tanya Tante 
Maya lagi. 
"Bobby", sahutku tetap dengan 
nada bangga. Tante Maya meminjamnya 
sebentar untuk berjalan-jalan. 
Karena terus-menerus memuji 
dan membuatku bangga, dengan 
hati dipenuhi kebanggaan aku 
meminjaminya. Sementara Tante Maya pergi membawa Bobby, aku 
dan Linda duduk di bangku 
taman dekat patung Pangeran 
Diponegoro yang menunggang 
kuda dengan gagah. Tidak 
banyak yang kami obrolkan, karena Tante Maya sudah 
kembali lagi dan memberikan 
Bobby padaku sambil terus- 
menerus memuji. Membuat 
dadaku jadi berbunga dan padat 
seperti mau meledak. Aku memang paling suka kalau dipuji. 
Oh, ya.., Nanti malam kamu 
datang..", ujar Tante Maya 
sebelum pergi. 
"Ke rumah..?", tanyaku 
memastikan. "Iya." 
"Memangnya ada apa?" tanyaku 
lagi. 
"Linda ulang tahun. Tapi nggak 
mau dirayakan. Katanya cuma 
mau merayakannya sama kamu", kata Tante Maya Iangsung 
memberitahu. 
"Kok Linda nggak bilang sih..?", 
aku mendengus sambil menatap 
Linda yang jadi memerah 
wajahnya. Linda hanya diam saja. "Jangan lupa jam tujuh malam, 
ya.." kata Tante Maya 
mengingatkan. 
"Iya, Tante", sahutku. Dan memang tepat jam tujuh 
malam aku datang ke rumah 
Linda. Suasananya sepi-sepi saja. 
Tidak terlihat ada pesta. Tapi aku 
disambut Linda yang memakai 
baju seperti mau pergi ke pesta saja. Tante Maya dan Oom Joko 
juga berpakaian seperti mau 
pesta. Tapi tidak terlihat ada 
seorangpun tamu di rumah ini 
kecuali aku sendiri. Dan memang 
benar, ternyata Linda berulang tahun malam ini. Dan hanya kami 
berempat saja yang 
merayakannya. Perlu diketahui kalau Linda 
adalah anak tunggal di dalam 
keluarga ini. Tapi Linda tidak 
manja dan bisa mandiri. Acara 
ulang tahunnya biasa-biasa saja. 
Tidak ada yang istimewa. Selesai makan malam, Linda 
membawaku ke balkon 
rumahnya yang menghadap 
langsung ke halaman belakang. Entah disengaja atau tidak, Linda 
membiarkan sebelah pahanya 
tersingkap. Tapi aku tidak peduli 
dengan paha yang indah padat 
dan putih terbuka cukup lebar 
itu. Bahkan aku tetap tidak peduli meskipun Linda menggeser 
duduknya hingga hampir 
merapat denganku. Keharuman 
yang tersebar dari tubuhnya 
tidak membuatku bergeming. Linda mengambil tanganku dan 
menggenggamnya. Bahkan dia 
meremas-remas jari tanganku. 
Tapi aku diam saja, malah 
menatap wajahnya yang cantik 
dan begitu dekat sekali dengan wajahku. Begitu dekatnya 
sehingga aku bisa merasakan 
kehangatan hembusan napasnya 
menerpa kulit wajahku. Tapi 
tetap saja aku tidak merasakan 
sesuatu. Dan tiba-tiba saja Linda mencium 
bibirku. Sesaat aku tersentak 
kaget, tidak menyangka kalau 
Linda akan seberani itu. Aku 
menatapnya dengan tajam. Tapi 
Linda malah membalasnya dengan sinar mata yang saat itu 
sangat sulit ku artikan. 
"Kenapa kau menciumku..?" 
tanyaku polos. 
"Aku mencintaimu", sahut Linda 
agak ditekan nada suaranya. "Cinta..?" aku mendesis tidak 
mengerti. Entah kenapa Linda tersenyum. 
Dia menarik tanganku dan 
menaruh di atas pahanya yang 
tersingkap Cukup lebar. 
Meskipun malam itu Linda 
mengenakan rok yang panjang, tapi belahannya hampir sampai 
ke pinggul. Sehingga pahanya 
jadi terbuka cukup lebar. Aku 
merasakan betapa halusnya kulit 
paha gadis ini. Tapi sama sekali 
aku tidak merasakan apa-apa. Dan sikapku tetap dingin 
meskipun Linda sudah 
melingkarkan tangannya ke 
leherku. Semakin dekat saja jarak 
wajah kami. Bahkan tubuhku 
dengan tubuh Linda sudah hampir tidak ada jarak lagi. 
Kembali Linda mencium bibirku. 
Kali ini bukan hanya mengecup, 
tapi dia melumat dan 
mengulumnya dengan penuhl 
gairah. Sedangkan aku tetap diam, tidak memberikan reaksi 
apa-apa. Linda melepaskan 
pagutannya dan menatapku, 
Seakan tidak percaya kalau aku 
sama sekali tidak bisa apa-apa. 
"Kenapa diam saja..?" tanya Linda merasa kecewa atau menyesal 
karena telah mencintai laki-laki 
sepertiku. Tapi tidak.., Linda tidak 
menampakkan kekecewaan atau 
penyesalan Justru dia 
mengembangkan senyuman 
yang begitu indah dan manis 
sekali. Dia masih melingkarkan tangannya ke leherku. Bahkan 
dia menekan dadanya yang 
membusung padat ke dadaku. 
Terasa padat dan kenyal 
dadanya. Seperti ada denyutan 
yang hangat. Tapi aku tidak tahu dan sama sekali tidak merasakan 
apa-apa meskipun Linda 
menekan dadanya cukup kuat ke 
dadaku. Seakan Linda berusaha 
untuk membangkitkan gairah 
kejantananku. Tapi sama Sekali aku tidak bisa apa-apa. Bahkan 
dia menekan dadanya yang 
membusung padat ke dadaku. 
"Memangnya aku harus 
bagaimana?" aku malah balik 
bertanya. "Ohh..", Linda mengeluh panjang. Dia seakan baru benar-benar 
menyadari kalau aku bukan 
hanya tidak pernah pacaran, tapi 
masih sangat polos sekali. Linda 
kembali mencium dan melumat 
bibirku. Tapi sebelumnya dia memberitahu kalau aku harus 
membalasnya dengan cara-cara 
yang tidak pantas untuk 
disebutkan. Aku coba untuk 
menuruti keinginannya tanpa 
ada perasaan apa-apa. "Ke kamarku, yuk..", bisik Linda 
mengajak. 
"Mau apa ke kamar?", tanyaku 
tidak mengerti. 
"Sudah jangan banyak tanya. 
Ayo..", ajak Linda setengah memaksa. 
"Tapi apa nanti Mama dan Papa 
kamu tidak marah, Lin?", tanyaku 
masih tetap tidak mengerti 
keinginannya. Linda tidak menyahuti, malah 
berdiri dan menarik tanganku. 
Memang aku seperti anak kecil, 
menurut saja dibawa ke dalam 
kamar gadis ini. Bahkan aku 
tidak protes ketika Linda mengunci pintu kamar dan 
melepaskan bajuku. Bukan 
hanya itu saja, dia juga 
melepaskan celanaku hingga 
yang tersisa tinggal sepotong 
celana dalam saja Sedikitpun aku tidak merasa malu, karena sudah 
biasa aku hanya memakai celana 
dalam saja kalau di rumah. Linda 
memandangi tubuhku dan 
kepala sampai ke kaki. Dia 
tersenyum-senyum. Tapi aku tidak tahu apa arti semuanya itu. 
Lalu dia menuntun dan 
membawanya ke pembaringan. 
Linda mulai menciumi wajah dan 
leherku. Terasa begitu hangat 
sekali hembusan napasnya. "Linda.." Aku tersentak ketika Linda 
melucuti pakaiannya sendiri, 
hingga hanya pakaian dalam saja 
yang tersisa melekat di tubuhnya. 
Kedua bola mataku sampai 
membeliak lebar. Untuk pertama kalinya, aku melihat sosok tubuh 
sempurna seorang wanita dalam 
keadaan tanpa busana. Entah 
kenapa, tiba-tiba saja dadaku 
berdebar menggemuruh Dan ada 
suatu perasaan aneh yang tiba- tiba saja menyelinap di dalam 
hatiku. Sesuatu yang sama sekali aku 
tidak tahu apa namanya, Bahkan 
seumur hidup, belum pernah 
merasakannya. Debaran di dalam 
dadaku semakin keras dan 
menggemuruh saat Linda memeluk dan menciumi wajah 
serta leherku. Kehangatan 
tubuhnya begitu terasa sekali. 
Dan aku menurut saja saat 
dimintanya berbaring. Linda ikut 
berbaring di sampingku. Jari-jari tangannya menjalar menjelajahi 
sekujur tubuhku. Dan dia tidak 
berhenti menciumi bibir, wajah, 
leher serta dadaku yang bidang 
dan sedikit berbulu. Tergesa-gesa Linda melepaskan 
penutup terakhir yang melekat di 
tubuhnya. sehingga tidak ada 
selembar benangpun yang masih 
melekat di sana. Saat itu 
pandangan mataku jadi nanar dan berkunang-kunang. Bahkan 
kepalaku terasa pening dan 
berdenyut menatap tubuh yang 
polos dan indah itu. Begitu rapat 
sekali tubuhnya ke tubuhku, 
sehingga aku bisa merasakan kehangatan dan kehalusan 
kulitnya. Tapi aku masih tetap 
diam, tidak tahu apa yang harus 
kulakukan. Linda mengambil 
tanganku dan menaruh di 
dadanya yang membusung padat dan kenyal. Dia membisikkan sesuatu, tapi 
aku tidak mengerti dengan 
permintaannya. Sabar sekali dia 
menuntun jari-jari tanganku 
untuk meremas dan memainkan 
bagian atas dadanya yang berwarna coklat kemerahan. 
Tiba-tiba saja Linda. menjambak 
rambutku, dan membenamkan 
Wajahku ke dadanya. Tentu saja 
aku jadi gelagapan karena tidak 
bisa bernapas. Aku ingin mengangkatnya, tapi Linda malah 
menekan dan terus 
membenamkan wajahku ke 
tengah dadanya. Saat itu aku 
merasakan sebelah tangan Linda 
menjalar ke bagian bawah perutku. 
"Okh..?!". 
Aku tersentak kaget setengah 
mati, ketika tiba-tiba merasakan 
jari-jari tangan Limda menyusup 
masuk ke balik celana dalamku yang tipis, dan.. 
"Linda, apa yang kau lakukan..?" 
tanyaku tidak mengerti, sambil 
mengangkat wajahku dari 
dadanya. Linda tidak menjawab. Dia malah 
tersenyum. Sementara perasaan 
hatiku semakin tidak menentu. 
Dan aku merasakan kalau bagian 
tubuhku yang vital menjadi 
tegang, keras dan berdenyut serasa hendak meledak. 
Sedangkan Linda malah 
menggenggam dan meremas- 
remas, membuatku mendesis dan 
merintih dengan berbagai macam 
perasaan berkecamuk menjadi satu. Tapi aku hanya diam saja, 
tidak tahu apa yang harus 
kulakukan. Linda kembali 
menghujani wajah, leher dan 
dadaku yang sedikit berbulu 
dengan ciuman-ciumannya yang hangat dan penuh gairah 
membara. Memang Linda begitu aktif sekali, 
berusaha membangkitkan 
gairahku dengan berbagai 
macam cara. Berulang kali dia 
menuntun tanganku ke dadanya 
yang kini sudan polos. "Ayo dong, jangan diam saja..", 
bisik Linda disela-sela tarikan 
napasnya yang memburu. 
"Aku.., Apa yang harus 
kulakukan?" tanyaku tidak 
mengerti. "Cium dan peluk aku..", bisik 
Linda. Aku berusaha untuk menuruti 
semua keinginannya. Tapi 
nampaknya Linda masih belum 
puas. Dan dia semakin aktif 
merangsang gairahku. Sementara 
bagian bawah tubuhku semakin menegang serta berdenyut. Entah berapa kali dia 
membisikkan kata di telingaku 
dengan suara tertahan akibat 
hembusan napasnya yang 
memburu seperti lokomotif tua. 
Tapi aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang d 
ibisikkannya. Waktu itu aku 
benar-benar bodoh dan tidak 
tahu apa-apa. Walau sudah 
berusaha melakukan apa saja 
yaang dimintanya. Sementara itu Linda sudah 
menjepit pinggangku dengan 
sepasang pahanya yang putih 
mulus. Linda berada tepat di atas 
tubuhku, sehingga aku bisa 
melihat seluruh lekuk tubuhnya dengan jelas sekali. Entah kenapa tiba-tiba sekujur 
tubuhku menggelelar ketika 
penisku tiba-tiba menyentuh 
sesuatu yang lembab, hangat, 
dan agak basah. Namun tiba-tiba 
saja Linda memekik, dan menatap bagian penisku. Seakan-akan dia 
tidak percaya dengan apa yang 
ada di depan matanya. 
Sedangkan aku sama sekali tidak 
mengerti. PadahaI waktu itu 
Linda sudah dipengaruhi gejolak membara dengan tubuh polos 
tanpa sehelai benangpun 
menempel di tubuhnya. 
"Kau..", desis Linda terputus 
suaranya. 
"Ada apa, Lin?" tanyaku polos. "Ohh..", Linda mengeluhh 
panjang sambil 
menggelimpangkan tubuhnya ke 
samping. Bahkan dia langsung 
turun dari pembaringan, dan 
menyambar pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil 
memandangiku yang masih 
terbaring dalam keaadaan polos, 
Linda mengenakan lagi 
pakaiannya. Waktu itu aku 
melihat ada kekecewaan tersirat di dalam sorot matanya. Tapi aku 
tidak tahu apa yang membuatnya 
kecewa. 
"Ada apa, Lin?", tanyaku tidak 
mengerti perubahan sikapnya 
yang begitu tiba-tiba. "Tidak.., tidak ada apa-apa, sahut 
Linda sambil merapihkan 
pakaiannya. Aku bangkit dan duduk di sisi 
pembaringan. Memandangi Linda 
yang sudah rapi berpakaian. Aku 
memang tidak mengerti dengan 
kekecewannya. Linda memang 
pantas kecewa, karena alat kejantananku mendadak saja 
layu. Padahal tadi Linda sudah 
hampir membawaku mendaki ke 
puncak kenikmatan "


Tamat Suatu hari, aku pulang kerja lebih awal dan kudapati di rumah hanya ada adikku Neng dan pembantu. Pembantuku anak perempuan lulusan SMP yang tidak melanjutkan sekolah karena biaya, rumahnya tidak jauh dari rumahku, jadi pagi-pagi datang dan sore hari pulang. Badan pembantuku termasuk bongsor, kulitnya sawo matang dengan muka yang cukup manis untuk ukuran pembantu. Kembali kepokok cerita, rupanya istriku sedang pergi dengan ke 2 anakku, berdasarkan surat yang diditipkan ke Neng, sedang berkunjung ketempat Tante yang katanya sedang mengadakan syukuran. Seperti biasanya, sore itu sekitar pk 16.00 pembantuku ijin pulang, maka tinggallah kami berdua, aku dan Neng, sementara istri dan anak- anakku masih dirumah tante. Tanpa dikomando, rupanya kami sama-sama memendam kerinduan, sepeninggal pembantu, setelah pintu depan dikunci, kami saling berpelukan dengan erar dan berpagutan untuk menumpahkan perasaan masing-masing. Setelah beberapa lama kami berpagutan sambil berdiri, secara perlahan aku menuntun Neng sambil masih berpelukan ke arah kamar dan melanjutkan pergulatan di atas tempat tidur. abibir kami saling berpagutan sambil saling sedot dan saling menggelitik menggunakan lidah, tanganku mencoba meraba payudaranya dari balik kaos yang dipakai, rupanya ulahku sangat mengejutkan, sssttttt…….. sssttt …. sssstttt, terdengar erangan seperti orang kepedasan pada saat aku permainkan putingnya. Aku tambah agresip, kuangkat kaos yang dipakainya, telihatlah payudaranya yang masih ditutupi beha tipis, dengan tergesa aku singkap beha-nya dan dengan rakus aku kecup dan aku permainkan dengan lidah putingnya. Akibatnya sangat luar biasa, ssstttt ….. ooohhh….. uuuhh ….ssstttt ,,, demikian rintihan panjang Neng, hal ini terjadi karena belum pernah ada laki- laki yang menjamah, ternyata akulah laki-laki pertama yang mencium bibirnya dan pembermainkan payudaranya. Pakaian kami makin awut-awutan, aku berharap istriku tidak pulang cepat. kami melanjutkan kemesaraan, kali ini aku kembali mencium bibirnya sambil meremas-remas payudara dan sesekali mempermainkan putingnya. kali ini aku memesrai Neng sambil menindih badannya, perlahan tapi pasti aku berusaha menggesekkan adik kecilku yang sudah sangat keras ke kemaluannya yang rupanya juga sudah mulai lembab. Kembali terdengar eranga-erangan nikmat, ssssttt ……… uuuhhh ….. ooohhhh ……uuuh. Bibir dengan cekatan menyedot payudaranya silih berganti sambil menggesekkan adik kecilku yang sudah sangat keras ke kemaluannya, kami masih sama-sama pakai baju. Neng pakai bawahan dan kaos, aku masih memakai pakain kerja. Aku makin bernafsu, aku singkap bawahan Neng sehingga nampak celana dalamnya yang sudah lembab kemudian kembali aku gesek-gesekan adik kecilku sambi tidak henti-hentinya mengecup payudara dan mempermainkan putingnya. Erangan-erangan panjang kembali terdengan dan tiba-tiba Neng memeluku dengan sangat erat dan terdengar erangan panjang uuuuhhhh………….. uuuuuuuuhhhh……. uuuuuuhhhhhhh….. aduuuuuuuuhh……. rupanya Neng mengalami orgasme, mungkin ini adalah orgasme yang pertama yang pernah dialaminya. Lama-lama cengekeraman Neng makin mengendur dan lepas seiiring dengan selesainya orgasme tadi. Aku???? belum tersalurkan, tapi merasakan kebahagiaanya yang amat sangat karena telah berhasil membuat Neng yang sangat kusayang bisa mendapatkan orgasme yang ternyata baru dialami saat itu dan merupakan orgasme yang pertama. Sejak kejadian itu, maksudnya sejak Neng mendapatkan orgasme yang pertama, kami selalu mencari-cari kesempatan untuk mengulanginya. Tetapi kesempatannya tidak mudah, karena kami tidak mau menanggung resiko sampai kepergok oleh istriku. Pada suatu malam, sekitar pukul 23.00, saat aku berada dalam kamar bersama istriku, terdengar suara pintu kamar sebelah terbuka, dan terdengar langkah-langkah halus menuju kamar mandi, aku dapat menebak dengan pasti bahwa itu adalah Neng yang ada keperluan ke kamar mandi, kuperhatikan istriku sudah tertidur dengan nyenyak yang ditandai dengan dengkuran halus yang teratur. Dengan sangat hati-hati, aku buka pintu kamar sehalus mungkin dengan harapan tidak ada suara yang dapat menyebabkan istriku terbangun, lalu dengan perlahan pula pintu kututup kembali dan secara pelahan aku menuju lorong yang menghubungkan ke kamar mandi. Aku berdiri di lorong sambil memperhatikan pintu kamarku bagian bawah, kalau-kalau ada lintasan bayangan yang menandakan istriku bangun, sementara telingaku tidak lepas mendengarkan apa yang terjadi di kamar mandi. Tidak lama kemudian pintu kamar mandi terbuka, dan benar dugaanku, Neng keluar dari kamar mandi dengan memakai baju tidur warna kuning kesukaannya. Baju tidur yang dipakai adalah model terusan dengan bukaan di bagian dada dan bagian bawah sebatas lutut. “Ngapain A berdiri di situ” tegur Neng memecah kesunyian, “Nungguin kamu” jawabku. Tanpa dikomando, kuraih lengannya dan wajah kami saling mendekat, tak ayal lagi kami berpagutan melampiaskan kerinduan kami. Beberapa saat kemudian kami melepaskan pagutan sambil tersengal. “A, Neng pengen …” bisiknya lirih di telingaku. Aku maklum apa yang diinginkan Neng, kembali kukecup bibirnya sambil kuremas halus payudaranya, rupanya Neng kali ini tidak memakai beha. Aku buka satu kancing baju tidurnya, dan nongolah payudaranya yang putih disertai tonjolan coklat kemerahan. Tak ayal lagi, bibirku berpindah ke payudaranya dengan disertai sedotan dan gigitan-gigitan lembut pada tonjolan halus yang coklat kemerahan itu. ” Sssstttttt …… uuuhh” terdengar desahan-desahan halus, menandakan Neng mulai terangsang. Tanganku turun, meraba pinggang, terus turun lagi, lagi dan sampailah kegundukan di bawah pusar, kuusap halus sambil kadang meremas sampai jari tengahku menemui lekukan di balik baju tidur dan celana dalam. ” uuuhhh …. uuuhhh ” rupanya rabaan itu menambah rangsangan. “A, pengen ….” kembali bisikan lirih di telingaku, kemudian aku jongkok sehingga kemaluan Neng tepat di mukaku, Kuangkat rok baju tidur, terlihat celana dalam warna putih yang tipis dan agak lembab, dengan bernafsu aku mulai menjilati kemaluan Neng yang masih dibungkus celana dalam. ” uuuhhh ….ssstttt ….. uuhhuu” kembali terdengar erangan-erangan kenikmatan yang menambah nafsuku makin bergejolak. Kucoba menyingkap celana dalamnya, terlihatlah gumpalah daging yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Untuk pertama kali aku melihat langsung kemaluan Neng, aroma khas mulai tercium, tanpa membuang waktu aku mulai mencium gundukan daging yang sangat menimbulkan minat itu, sampai akhirnya aku menemukan lekukan yang lembab berwarna kemerah-merahan. Aku makin semangat menjilat- jilat lekukan yang sudah sangat lembab itu. “uuhhh ….. aaahhhhh ….sssttt …. uuuhhhhh” suara erangan makin keras dan terasa rambutku dipegang dengan keras dengan gerakan menekan. Hal ini semakin membuat nafsuku berkobar-kobar dan makin inten lidahku menjilati lekukan itu, keluar - masuk, ke kiri - kana, ke atas - bawah, demikian berulang ulang sampai pada suatu saat terasa jambakan pada rambutku makin keras disertai himpitan kaki dikepalaku. “Uuuuuuuuhhhhhhh ….. aaaaaahhhhhhh ….. uuuuhhhhh” terdengan erangan panjang disertai keluarya cairan yang cukup banyak membasahi mulut dan mukaku. Mukaku terasa dihimpit keras sekali sampai-sampai kesulitan untuk bernafas. “Uuuhhhhhhhhhhh …. aaahhhhhhhhhh” kembali erangan panjang terdengar disertai dengan himpitan dan gerataran yang khas, menandakan orgasme telah dicapai oleh Neng disertai semprotan cairan yang cukup banyak membasahi mukaku. Aku peluk dengan kuat kakinya disertai himpitan dan tekanan mukaku ke kemaluan Neng, karena aku maklum hal seperti inilah yang diinginkan wanita pada saat mencapai puncak orgasmenya. Beberapa lama kemudian, mulai mengendur himpitan pada mukaku, sampai akhirnya tenang kembali. Aku berdiri dan ku peluk Neng dengan mesra “Terima kasih ya A” terdengar bisikan di telingaku. Kejadian-kejadian ini terus kami ulangi kalau ada kesempatan, tapi karena niatku yang tidak ingin merusak adiku sendiri, sampai akhirnya Neng menemukan jodoh dan menikah masih dalam keadaan perawan. Demikian sebagian pengalamanku dengan adik iparku yang cantikNeng

No comments:

Post a Comment